Senin, 03 Juni 2013

Majalah Lama: "Gelanggang" Tahun 1967


Penerbit: JAKMI - LESBUMI. Alamat Redaksi: Menteng Raja 24 A, Djakarta. Pemimpin Umum: Naziruddin Naib. Wakil Pemimpin Umum: Darsjaf Rachman. Pemimpin Redaksi: Drs. H. Asrul Sani. Penanggung Djawab: Anas Ma'ruf. Dewan Redaksi: H. Usmar Ismail; Darsjaf Rachman; Baharudin M.S.; Drs. Masjhudi; H.B. Jassin; H. Rosihan Anwar; H. Misbach Jusa Biran; S.M. Ardan. Sekretaris Redaksi: Chairul Anam.

Terbit bulanan. Motto: Sastra, Seni dan Pemikiran. Ini termasuk majalah penting pada zamannya. Isinya ada puisi, cerita pendek, analisis seni, dan pemikiran tentang kebudayaan.

Dalam edisi ini, misalnya, ada puisi karya Ajip Rosidi. Lalu Drs. Samaun menulis dengan judul "Napas Ketuhanan Dalam Pusisi Indonesia Moderen, Periode Sebelum Perang". 

Majalah yang tampak di blog adalah No. 2/Tahun I/1967. Harga: Rp. 20,- Sketsa Kulit: Sri Widodo.

Catatan:


Sebagian orang lebih mengenail Asrul Sani, Pemimpin Redaksi Majalah ini, sebagai penulis cerita, sutradara, dan skenario film. Namun Asrul Sani sebenarnya juga salah satu pelopor sastra Angkatan 45. Bahkan juga pernah menjadi politisi. Ia mempunyai banyak kemampuan, seperti menulis puisi, menulis cerita pendek dan esai, menerjemah, menulis lakon teater dan skenario film, menjadi sutradara teater dan film serta sinetron. Ia juga menjabat banyak jabatan, yaitu dosen teater ATNI, anggota DPR-MPR mewakili NU dan PPP, pejuang di Laskar Rakyat di awal revolusi, ketua dan anggota Dewan Kesenian Jakarta, Rektor IKJ, dan anggota Akademi Jakarta. Pendek kata, Asrul adalah manusia langka yang banyak fasetnya dan pandai dalam banyak hal, multi-faceted  and versatile.
Asrul lahir di Rao. Sebuah daerah di sebelah utara Sumatera Barat, pada tanggal 10 Juni 1926. Ayahnya adalah seorang raja adat yang bergelar “Sultan Marah Sani Syair Alamsyah Yang Dipertuan Sakti Rao Mapattunggal Mapapatcancang Raja Adat”.
Cita-citanya menjadi insinyur dan menempuh pendidikan di Taman Siswa, Jakarta. Di kelas ia duduk sebangku dengan Pramoedya Ananta Toer. Sedangkan di luar sekolah, ia bergaul dengan beberapa seniman ternama seperti; Chairil Anwar, Rivai Apin, Cornel Simandjuntak, dan lain-lain. Kemudian, Asrul melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Dokter Hewan di Bogor (sekarang Institut Pertanian Bogor). Satu-satunya sekolah yang luput dari kebijakan tentara Jepang menutup sarana pendidikan saat itu. Asrul menjadi dokter hewan alumnus IPB yang tidak pernah membuka praktek sebagai dokter hewan. Ia malah asyik terjun ke dunia sastra, drama panggung, film dan politik. Namun berkat totalitasnya dan dedikasinya dalam dunia kesenian dan kebudayaan, Asrul pada tahun 2000 menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah RI.
Pada tanggal 11 Januari 2004 pukul 22.28 WIB, Asrul Sani meninggal dunia dalam usia 76 tahun, akibat komplikasi penyakit yang dideritanya. Ia meninggal di kediamannya, Kompleks Warga Indah, Jl. Atthahiriyah No. 4C, Pejaten, Jakarta Selatan. Sebelum dimakamkan, jenazah Asrul sempat disemayamkan di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM). Jenazah Asrul Sani dimakamkan secara militer di Taman Pemakaman Umum Menteng Pulo, Menteng, Jakarta Pusat. Pasalnya, semasa revolusi 1945-1950, Asrul pernah tergabung dalam TNI Pasukan 001.
             Sebagai penerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah RI, Asrul  tentu berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Namun ia berpesan ke Mutiara Sani, istrinya, untuk dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan dengan alasan, sambil bercanda tentunya setahun sebelumnya, ‘masak sampai detik terakhir, kita masih mau diatur negara’.

KA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar